Buka mata, buka telinga, tuk kenali dunia

Selasa, 04 Januari 2011

ARTIKEL FISIKA

Kantong Udara pada Mobil

Kantong udara merupakan perangkat keselamatan yang terpasang dalam mobil. Fungsi utamanya yaitu untuk meminimalkan risiko kecelakaan. Sudahkah kita selalu mengenakannya? Sudahkah kita tahu cara kerjanya? Paparan di bawah ini mengajak teman-teman untuk memahami fisika di balik kantong udara.

Tentu kita sudah paham betul hukum Newton I yang intinya suatu benda akan cenderung tetap pada kecepatan yang sama (yang diam akan tetap diam, yang bergerak dengan kecepatan tertentu akan tetap bergerak dengan kecepatan itu), kecuali ada gaya luar yang mempengaruhi. Saat terjadi tabrakan, hukum ini jelas berlaku. Saat sebelum terjadi tabrakan, orang yang ada di kendaraan bergerak dengan kecepatan tertentu, akibat mobilnya bergerak. Sesaat setelah tabrakan terjadi, orang tadi tentu akan bertabrakan dengan bagian mobil di hadapannya (bagi sopir tentu setirnya) dan akhirnya berhenti bergerak. Jadi, pasti ada gaya yang bekerja pada orang itu.

Kecelakaan parah terjadi bila kendaraan bertabrakan saat kecepatan tinggi karena perubahan kecepatan besar yang berarti gaya yang bekerja pada orang, sangat besar. Untuk meminimalkan cedera akibat tumbukan itu, kantong udara dan sabuk pengaman digunakan. Kantong udara melakukannya dengan memberikan bantalan untuk menurunkan besarnya gaya yang bekerja pada korban dan mendistribusikan gaya itu pada permukaan yang lebih luas. Bantalan tadi dihasilkan dengan menggembungkan kantong udara dengan gas nitrogen. Kemudian, ketika orang menumbuk kantong udara yang berisi gas tadi, perlahan gas keluar dari kantong.

Mengapa perlu dibuat gas dari kantong keluar perlahan-lahan? Seperti dibahas tadi, gaya bekerja pada orang dalam kendaraan yang tabrakan. Dari hukum Newton II, gaya sebanding dengan percepatan, yakni perubahan kecepatan per satuan waktu. Kalau perubahan kecepatan (dari bergerak hingga diam) terjadi dalam waktu yang singkat, percepatan besar sekali. Dengan demikian, gaya juga besar sekali, cedera akan parah. Sebaliknya, bila perubahan kecepatan bisa dibuat untuk jangka waktu yang lebih lama, percepatan tidak terlalu besar, gaya yang bekerja tidak terlalu besar, harapannya cederanya tidak parah atau selamat.

Selain itu, kantong udara meminimalkan cedera dengan mendistribusikan gaya itu pada permukaan yang lebih luas. Bila tubuh bertabrakan langsung dengan setir, semua gaya akan bekerja hanya pada bagian tubuh seukuran setir, cedera yang serius dapat terjadi. Namun, bila tubuh bertubrukan dengan kantong udara yang telah menggembung, gaya akan bekerja pada permukaan yang lebih luas, gaya yang bekerja pada bagian tertentu tubuh menjadi lebih kecil dan cederanya pun menjadi lebih ringan atau terbebas sama sekali.

PUISI BUDAYA

Jiwa Kami dalam Pesona Pertiwi


Angklung berdesis….

Padamkan gejolak lautan api

Pedasnya redang….

Tambah nikmat lezatnya Padang

Eksotisme batik….

Hiasi nusantara nan antic dan menarik

Wayang berdalang….

Kisahmu tak lekang oleh zaman

Dulu…

Mereka tunduk pada pertiwi

Alasan terciptakan

Dengan tanpa perdebatan

Tapi kini,

Mereka resah mendengar kabar merpati

Negeri seberang sebut mereka, kami

Lemahkah pertiwi?

Pasrahkah memberi?

Dalam permainan klaim maling-maling siang hari

Seribu, tiga

Seribu, tiga

Seribu, tiga

Beli satu, dapat Satu

Beli dua, dapat dua

Tak terbayangkan…

Sayang sungguh sayang

Harap kami pada pertiwi

Juga pada pujaan hati penerus negeri

Tak berharap pada nurani yang terkontaminasi

Bangkitkan yang terlupa

Kembalikan yang tersia-sia

Ingatkan dia

Yang khianati janji

Terlena dalam pesona simfoni pertiwi

Kembalikan pada kami

Kembalikan pada kami

Kembalikan pada kami

Peringatan kami berulang ulang

Jika tak diindahi

Masih ada kami, penerus negeri

Yang tak ada henti

Memeluk pertiwi…

By: Harfina


Sebuah Kisah dan Kesan Perjalanan Bakti Sosial AA/CC, 25 Maret 2010

TERBUKTI : AL IKHLAS CERDAS DAN BERAKHLAK

Rindu di Balik Senyuman

Rasa syukur tak henti-hentinya bertasbih

Menatap senyum kecil dibalik kerinduan

Mendengar desah tuntut ‘adilkah ini, Ya Allah?

Ya, tapi ini nyata…

Bukan fatamorgana

Dia dan mereka, yang butuh belaian…

Dia dan mereka, yang terlupakan…

Bukan lupa, tapi ini suratan

Tak tersurat, tapi ini kenyataaan

Benarkah?

Entahlah…

Dari mata-mata itu

Tersirat mata cinta

Cinta kita tuk mereka

Sajak diatas seolah-olah mewakili perasaan penulis ketika melihat wajah-wajah ceria dari anak-anak yang sedang bermain dan bersenda gurau di sebuah halaman sempit. Tak terlihat sedikit pun rasa sedih dari paras mereka. Teriakan mereka yang melengking, sifat khas seorang anak pada umumnya. Seraya tak tercermin sedikitpun bahwa mereka rindu kasih sayang belaian orang tua.

Al-Ikhlas, ya nama tempat itu. Sebuah yayasan panti asuhan sekaligus panti jompo di daerah Janti Selatan, Malang. Meski tak begitu luas, namun fasilitas dan sarananya cukup memadai. Sebuah ruang tamu, puskesmas sederhana, ruang makan, ruang menonton tv, dapur, kamar mandi, aula sekaligus mushala, ruang tidur, serta ruang kelas dua lantai sebagai tempat anak-anak asuh belajar, khususnya belajar agama. Ditambah dengan keramah tamahan sambutan dari para pengasuh yayasan, membuat suasana semakin hangat dan bersahabat.

Acara dimulai dengan sambutan dari ketua pelaksana bakti sosial, dilanjutkan sambutan dari ketua yayasan Al-Ikhlas. Acara selanjutnya adalah dialog dengan para pengasuh yayasan serta perwakilan dari anak-anak asuh. Pada kesempatan ini, teman-teman mahasiswa dipersilahkan untuk bertanya kepada pengasuh mengenai kondisi yayasan. Panti asuhan yang menampung sebanyak 71 anak ini, memiliki visi utama dalam mendidik putra putrinya. Yaitu ingin mencetak anak-anak yang tidak hanya pintar dalam ilmunya saja, tapi yang lebih ditanamkan adalah mulia dalam akhlaknya. Beliau juga menambahkan bahwa, pada saa ini sudah banyak orang-orang yang pintar tetapi tidak jujur dan tidak bisa memegang amanah. Sebuah potret suram kehidupan pada saat ini. Akan tetapi dengan akhlakul karimah, niscaya tidak akan ada orang-orang yang tidak bisa dipercaya. Visi tersebut terbukti, selama ini, yayasan telah meluluskan beberapa anak asuhnya dari perguruan tinggi negeri. Selain itu, ada pula anak didik yang mendapatkan beasiswa pendidkan ke Jepang.

Setelah acara curhat bersama tersebut, dilanjutkan dengan acara hiburan. Acara ini memang khusus dirancang untuk menghibur adik-adik yang ada dipanti. Dimulai dengan penunjukan anak yang mampu menghafal surat al-Fatihah dan an-Nass yang ditujukan untuk anak-anak TK dan SD. Kemudian permainan tebak-tebakan dan asah keberanian lainnya yang menambah keceriaan anak-anak asuh pada saat itu. Untuk menghargai keberanian mereka tampil dan ikut berpartisipasi dalam game, panitia memberikan hadiah alat tulis dan snak yang memicu anak-anak yang lain untuk ikut dalam permainan. Sungguh senang melihat mereka bergembira dalam menuangkan ekspresi mereka. Rasanya tidak bisa dibayar dengan emas sekalipun. Canda tawanya seolah-olah menahan kami untuk beranjak pulang, sekalipun waktu telah berakhir.

Ditengah-tengah permainan, miris rasa hati penulis ketika melihat seorang anak perempuan, berusia sekitar 9 tahun menangis diantara temannya yang sedang mengikuti permainan. Entah apa yang menyebabkan dirinya menangis. Padahal dia mengaku tidak ada teman ataupun hal yang menyakitinya. Namun apa sebabnya? Itulah yang menjadi pertanyaan besar penulis. Tak ada akibat tanpa sebab, pikir penulis. Sebuah hipotesis muncul, entah benar atau tidak. Anggapan penulis, dia menangis karena dia merasa ada yang kurang dari kebahagiaan yang telah ia dapatkan. Mungkin, kebahagiaan yang selama ini ia nantikan adalah bertemu dengan kedua orang tuanya.

Selain itu, sebuah peristiwa yang tak terduga sebelumnya terjadi. Temanku kehilangan cincinnya pada saat pergi ke toilet. Saat itu, dia meletakkan cincinnya di dinding toilet untuk mencuci tangan dan tanpa sengaja terlupa. Dia baru sadar bahwa cincinnya tertinggal di toilet pada saat acara hampir selesai. Kemudian, setelah mendengar hal itu, sesegera mungkin kami berdua mencarinya disekitar lokasi. Tetapi, tetap tak ditemukan. Akhirnya, kami berkeinginan untuk melaporkannya pada pengurus yayasan, tetapi hasrat itu tertahan melihat kondisi kami yang datang bertamu untuk memberikan santunan bukan untuk menambah masalah. Kami berdua kembali ke tempat pelaksaan acara dengan tangan hampa. Beberapa saat kemudian, kami brmaksud untuk mencarinya lagi. Dan hasilnya nihil. Sepertinya tak ada harapan untuk bisa menemukannya kembali. Selang beberapa menit, terdengar teriakan dari seorang gadis kecil yang menanyakan “apakah kakak kehilangan sesuatu?” dan kami pun segera menjawabnya “Ya, sebuah cincin”. Dari saku belakangnya dia mengambil dan menyerahkan cincin tersebut pada temanku. Sungguh sesuatu yang tak terduga sebelumnya. Dia menceritakan bahwa dia menemukannya di toilet sesaat setelah temanku keluar. Ternyata memang benar apa yang dikatakan oleh ketua yayasan al-Ikhlas, bahwa dia ingin anak-anak asuhnya memiliki akhlak yang mulia, dan kini Penulis percaya karena telah terbukti kebenarannya. Subhanallah!