Buka mata, buka telinga, tuk kenali dunia

Minggu, 03 Januari 2010

CURAHAN HATI

Tema : Pilihan Prodi Pendidikan Fisika

Karena Pobia, Fisik dan Bakat

Semester genap kelas XII telah tiba. Tidak ada hal spesial yang harus aku persiapkan untuk menyambutnya. Sepatu, seragam atau pun tas baru sudah tidak terpikirkan lagi. Yang ada hanya 5 buku tulis baru. Selebihnya, adalah buku lawas dari kelas sebelumnya yang masih bisa aku gunakan. Hal yang jauh lebih penting untuk dipersiapkan dari semua itu adalah rencanaku setelah lulus Sekolah Menengah Atas.

Gundah, gelisah dan bimbang. Perasaan- perasaan itu yang sering kali menghantui pikiranku. Tidak jarang, aku meminta nasehat pada orang- orang terdekatku mengenai apa yang seharusnya aku lakukan pasca lulus nanti.

Nasihat demi nasihat telah aku dapat dari oarng- orang terdekatku. Semua itu, aku jadikan dasar pertimbangan. Sampai akhirnya, aku memutuskan untuk kembali melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, yaitu berkuliah.

Pepatah mengatakan, mati satu tumbuh seribu, satu masalah sudah aku temukan pemecahannya, tetapi malah muncul masalah baru. Masalah tersebut adalah bidang apa yang semestinya aku tekuni saat aku kuliah nanti. Hal serupa aku lakukan kembali. Bertanya dan terus bertanya pada orang- orang yang aku percaya, sampai aku menemukan bidang yang sesuai dengan bakat dan kemampuan yang aku miliki.

Hari demi hari, bulan berganti bulan. Tidak terasa waktu berlalu begitu cepat. Sampai tiba waktu yang aku tunggu, yakni pendaftaran PMDK. Kebingunganku memuncak. Klimaks kegalauanku terasa di ujung kepala. Memanas, mendidih, sampai terluapkanlah kebimbanganku itu dengan sakit yang aku derita. Tak apalah. Aku rasa itu adalah efek samping dari proses menuju kedewasaanku.

Aku jadikan masa- masa sakitku sebagai waktu untuk merenung dan mempertimbangkan bidang apa yang akan aku tekuni saat aku kuliah nanti. Perenungan dimulai dengan cita- cita masa kecilku. Yakni berangan menjadi dokter, polisi, atau anggota DPR. Sesaat dalam perenunganku itu, kalau aku menjadi dokter, aku tidak bisa melawan pobia ku terhadap darah. Ingin menjadi polisi, tapi fisik tidak memenuhi. Ingin menjadi anggota DPR, tetapi tidak punya bakat korupsi. Akhirnya, aku memutuskan untuk menjadikan prestasi belajar kimia ku sebagai dasar pemilihan.

Awalnya aku mencoba mengikuti mendaftarkan diri menjadi calon mahasiswa teknik kimia di salah satu perguruan tinggi teknik negeri di Surabaya. Ketertarikan itu sebernarnya karena ada embel- embel beasiswa dari pemerintah daerah. Tetapi apa mau dikata, dewi fortuna masih belum menyertaiku.

Semangatku tidak lantas pupus karena kegagalan itu. Mencoba dan terus mencoba. Aku ikuti program PMDK lainnya yang sesuai dengan kemampuanku. Salah satunya dengan mendaftarkan diri di Universitas Negeri Malang (UM), Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, dengan pilihan program studi pertama pendidikan kimia dan kedua pendidikan fisika. Entah pertimbangan kuat apa yang terlintas saat itu, sehingga aku memilih kedua program studi tersebut. Tetapi masih ada satu titik keyakinan bahwa aku berminat menekuninya.

Hari pengumuman PMDK UM pun tiba. Tidak disangka, nama “Harfina Indriani” terpampang di salah satu halaman website UM. Alangkah terkejut hatiku saat itu. Aku diterima sebagai mahasiswa program studi pendidikan fisika, pilihan kedua ku. Bangga, puas, dan terbayarkanlah rasa cemas yang menghantuiku selama ini. Selang beberapa hari, salah satu perguruan tinggi negeri terkemuka di Surabaya mengumumkan hal yang sama. Kebetulan aku juga mengikuti program PMDK Prestasi di sana. Ternyata, hal yang sama pula terjadi. Aku lulus seleksi. Mulai bertambahlah rasa percaya diriku. Apalagi dari Kabupaten Bangkalan hanya aku dan seorang temanku yang diterima.

Di sela suka citaku, terbesit rasa gundah. Aku merasa bingung ingin memilih mana yang akan aku tekuni, kelak. Keduanya sama- sama aku suka. Berbagai macam hal yang aku jadikan dasar pertimbangan. Suasana rumah pun memanas. Kedua orang tuaku mulai turun tangan membatu aku menyelesaika masalah itu. Masing- masing memiliki pendapat dan pandangan yang berbeda. Tetapi, untuk jawaban mutlaknya, mereka tetap memberikan keluasan untukku dalam menentukan pilihan terbaik.

“Dengan mengucapkan bismillahirrahmanirrahim, aku memutuskan untuk memilih UM sebagai tempat kuliahku”, sepintas ucapku untuk meyakinkan hati putih ini. Kalimat serupa juga aku katakan dihadapan kedua orang tuaku. Mereka berbesar hati menerima keputusanku itu, meskipun ada salah satu pihak yang aku kecewakan. Tetapi inilah hidup yang penuh dengan pilihan. Kita dituntut untuk memilih yang terbaik diantara yang baik. Dari keputusanku itu, aku berharap bisa menggunakan ilmu dan kemampuan yang aku peroleh seutuhnya untuk aku abdikan dan dermakan bagi bangsa dan negara menjadi seorang pendidik yang professional dan berbudi pekerti mulia.

1 Komentar:

Anonymous Anonim mengatakan...

Subhanallah... ternyata harfina menyimpan bakat terpendam....
ayo diasah terus harfina!!!

2 September 2012 pukul 11.09

 

Posting Komentar

Silahkan beri komentar anda

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda